Selasa, 09 November 2010

Eksodus = Gendutkan Diri

Pindah sementara waktu dari kota Jogja adalah sebuah "paksaan" gunung Merapi yang secara mendadak muntahkan isi perutnya, mual. Eksodus besar-besaran Jumat minggu lalu seperti menyisakan kegetiran bagi mahasiswa di Jogja. Bagaimana tidak? terkadang, saking enaknya hidup di sana, kita jadi lupa bersyukur. Begok emang. Dan saat musibah datang, bencana menggelinding, membekap "mbejog" yang kini sadari, betapa berharganya sebuah kota, sebuah kehidupan, dan sebuah masa di Jogja.

Kebanyakan teman pun demikian, Jogja seakan menjadi rumah pertama atau paling tidak rumah kedua bagi kami. Berat rasanya untuk pindah. Bahkan ada yang rela pertahankan diri di sana. Tidak ada gambaran yang membahagiakan saat pulang. Mungkin, Jogja memang terlalu berbakat untuk merebut hati kami, para mbejog, dan sekarang justru usir kami jauh-jauh dengan teror Merapinya.
Merapi: "Hus..hus..hus! Pergilah segera Nak.." (Sambil tiupkan pasir dan awan panas)

Aku pun 'terpaksa' pulang. Baru kali ini mendapati kebingungan 'packing' yang menyebabkan banyak baju yang tertinggal bahkan benda-benda krusial lainnya. Bersama dua orang teman, aku putuskan pulang dengan Sancaka sore. Sebelumnya, masih juga sempat berfoto narsis depan kos. Dengan masker, dan dress bunga-bunga, aku nampak mirip seorang pelancong-ninja yang hendak ke Hawaii.. ^^

Kepanikan terjadi, saat semua saluran taxi sibuk. TAK ADA TAXI! Bagaimana aku dan kawan-kawan ke stasiun? ADA Seeh... *Fyuh, hanya saja semua mondar mandir di depan jalan kaliurang, antara ke selatan-utara membawa penumpang di dalamnya. Akhirnya dapat siiih. Tapi kami pun berlari, kencang, menerobos peron dan gerbong. Sancaka nyaris khianati kami bertiga.

Puft, meninggalkan Jogja dengan gerbong padat (beberapa orang bahkan berdiri), aku mulai merasakan perutku merengek. *Belum makan sejak tadi pagi.

Seorang pegawai kereta, bapak-bapak berompi datang menawarkan pudding dingin.

Nut: "Pudding coklatnya satu Pak."
Paknya: "Lima ribu Mbak.."

Tak lupa aku bersopan santun, menawari mbak-mbak cantik, kurus, baik hati di sebelahku.

Nut: "Mbak, pudding.. mari.." *menyodorkan pudding berfla krim santan.
Mbaknya: "Makasih.." *menolak secara sopan pula.

Beberapa menit kemudian, hantaran nasi goreng dari bapak-bapak yang sama datang. Aku suka sekali perhatikan cara jalannya yang oleng-usaha-seimbang untuk menjaga nampannya tetap stabil.

Nut: "Pak, nasinya satu.." menoleh ke mbaknya, "Makan Mbak..."
Mbaknya: "Hehe.. kelaparan ya Dek?"

Sesampainya di Madiun, Tep, teman senasibku terbangun, ia pun merasakan sensasi kelaparan karena tawaran penjual pecel.

Tep: "Nut, beli pecel yuk"
Nut: "Hah! kenyaaang!"
Tep: "Halah, beli aja.. yuk, laper, aku beliin dua bungkus ya.."
Nut: *berpikir sejenak, kapan lagi makan pecel Madiun, toh sudah lama ia tidak naik kereta.
Tep: "Ya?.. ya..? kamu beli juga."
Nut: "Okelah," *bergegas bangkit dari kursi dan membeli tiga bungkus pecel.

Tep: "Ayo makan..!" *tanpa aba-aba lagi ia menyantap pecelnya.
Nut: "Eh..." *salah tingkah, merasa tidak enak hati pada teman di sebelah.
Tep: "Halaaaah, ga' usah jaim deh Nut."
Nut: Gleks! *tersedak, berniat menusuk Tep dengan garpu, disusul suara tawa lepas mbaknya.
Mbaknya: "Udah Dek.. makan aja, ga' apa apa lagi.."
Nut: *wajah merah padam. "Huaaa! ga' gitu Mbak.. nih beneran udah kenyang, entar aja deh ronde kedua ya Tep.. ya? aku temani kamu makan" aku pun membela diri hingga kaki terantuk piring nasi goreng untuk ketiga kalinya di bawah kolong bangku.

Seperti dugaan, tiba di Surabaya pun langsung ditodong Bibi untuk makan lagi. Pilihan: restoran Cina. Tapi justru aku memilih penyetan, *idiot. Dipikir-pikir, diet bulan ini dinyatakan Gagal! *Salahkan Merapi.

4 komentar:

  1. sepertinya saya tahu barang krusial apa yang kau tinggalkan, nak . . hahaha xD

    BalasHapus
  2. eh, ninja hawai, jadi kamu sekarang masih di luar Jogja?

    Jadi pengin menyusul jejak kamu ke sana deh..

    BalasHapus