Jumat, 05 November 2010

Catatan "non" begok


05 November 2010

Parah.

Rasanya tidak ingin meninggalkan kamarku untuk berpindah ke kota lain.

Selalu ada rasa--kecemasan--bahwa aku tidak akan bisa kembali lagi ke kamarku, ke asramaku, ke kota ini.

Karena ini rumahku, rumah bagi mimpi dan napasku.

Firasat.

Menyusup seperti onggokan plastik bekas minum es teh.

Sisa sisa tetesan airnya justru membuat semua terasa resah.

Menelan ketidakpastian, seperti penunggu 'kiamat'.

Jika sekarang kata itu tidak berlebihan.

Pasrah.

Mendapati kota setahun ini mengelabu, bermurung durja.

Aku tak tahu kapan sebaiknya berkata, kapan ini pulih, usai?

Bahwa aku telah terbiasa mencecap lara bertahun-tahun dari bencana.

Bahwa aku tumbuh dari dunia yang tak lagi sama, seperti hatiku, seperti jiwaku.

Pisah.

Meninggalkan kota ini sama saja seperti letakkan separuh hati yang membeku.

Tidak kubawa kembali, tergeletak tidak mau beranjak kemana pun dia.

Aku t’lah jauh-jauh hari merasai ketidakrelaan untuk berpisah.

Pada apa pun di sini,

Namun alam menyukai kesenyapan sekarang.

Mengusir kami, penghuni sementara, jauh-jauh..

Ditemani jiwa-jiwa yang tersisa, dan arwah-arwah yang pulang temui alam

Senyap.

Sebentar lagi menuju arah terbit matahari, mencari kenormalan.

Dan aku takut. Takut.

Aku tak lagi bisa melihat kamarku seperti detik ini.

Aku tak mampu bayangkan warna birunya berlapisi pasir kelabu.

Aku tak ingin,

Semua asing.

Saat kembali mengais sisa-sisa mimpi.


"ini seperti dua sisi koin, untuk berdiam tanpa dapat berbuat apa pun, untuk pergi khianati penghuni rumah yang lain"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar