Senin di semester 6 itu ibarat Senin di sekolah yang selalu dimulai dengan upacara pagi. Jadi, aku sengaja bangun pagi dan siap-siap mengayuh sepeda. Hanya saja bukan lapangan upacara yang menunggu, tapi selingkaran mahasiswa dan dosen di kelas eksklusif Komunikasi dan Perubahan Sosial. Kelas hanya terdiri dari 18 orang dan selalu kehadiran kurang dari sekian. Bisa kau tebak? Kau tidak akan mendapat kesempatan untuk sibuk tidur, bergosip, atau coret coret di kelas. Tapi syukurlah, dosenku sangat menyenangkan. Meski kadangkala sangat amat perhatian pada tiap bocah di kelas.
Nama dosen ini Mas Riz. Berhati hatilah masuk kelasnya, karena tugasmu akan dibaca kata per kata olehnya. Ia akan tahu kemampuan EYD dan bahasa Inggrismu. Ia pasti tahu kau tidak mengerjakan PR, maksudku tiap tugas individu dipresentasikan sebentar di depan kelas, dan parahnya ia tahu betul kau sering alpha atau telat. Sedikit seram memang, tapi yah begitulah, mungkin karena golongan darahku AB. Aku lebih sering menyukai pengajar yang kerapkali tidak begitu diminati teman teman. Jadi, abaikan jika pengalamanku selama 5 semester bersama kelas Mas Riz selalu berkesan. Percayalah!
Suatu kali, tugas kuliah hanya selembar kertas berisikan ekspektasi mahasiswa terhadap kelas Komunikasi dan Perubahan Sosial. Dan aku menuliskannya dengan cukup menghayati dan berpikir dalam bagai seorang filsuf. Mas Riz, menanyai kami satu per satu di kelas tentang harapan kami di kelas tersebut.
Dan aku, begoknya, sering salah ucap.
Mas Riz: "Nutia, apa harapanmu ke depan untuk kelas ini?" *ia menanyaiku dengan serius.
Nut: "Er....." *kadang terlalu banyak yang ingin diucapkan membuat otak macet.
"Tidak ada Mas."
TOENG!
Seisi kelas menatapku kaget.
Mas Riz: *berseru lantang, "Okeh! Nutia ga' ada harapan di kelas ini!"
Mampus.
Nut: "Eh bukan gitu Mas, maksudku--"
Mas Riz: "Nggak! Udah, tidak ada harapan bagimu..! *sambil mengibaskan tangan dan melulu mengabaikan tanganku yang terangkat ke atas.
-_-"
Masalah umum hampir di setiap kelas, semangat mahasiswa itu relatif, naik turun. Saat aku semangat presentasi dan begadang semalaman, Mas Riz sedang on the way di luar kota. Saat aku sekarang merelakan alam mimpiku pergi di pagi yang mendung, dan siap siap dan betulan mandi, Mas Riz demam. -_-"
Itulah kenapa aku sering berada dalam situasi yang tidak tepat. Dan memilih pulang, beli gudeg seperempat telor dan jajanan pasar untuk sarapan. Hanya saja, saat UTS kemarin aku serasa berada dalam detik keberuntungan. Maksudku, ayolah, tugas UTS hampir 90% Take Home, alias paper, alias boleh dikerjakan dengan guling guling di kamar. Begitu pula mata kuliah ini yang mewajibkan mahasiswanya memilih salah satu dari tiga tema besar untuk tugas esai.
Alamak!
Padahal tema lain sudah kurencanakan sejak awal. Ditambah, kau tahu kan? aku payah saat mengerjakan esai yang dibatasi 4 halaman, dan terpaksa dengan memalukan aku tabrak margin kanan kirinya. Aku berpikir lama, untuk memutuskan menggunakan font Calibri kesukaan Mas Riz atau Times New Roman,dan kebingungan saat hendak menggunakan Calibri 11 seperti normalnya, tapi di soal ditulis font 12 *oke, parah. Ditambah lagi mau tak mau, tema yang paling mudah dan relevan buatku adalah Korean Wave.
Oh, please...
Semalaman aku mencoba menelan kegetiran dengan melahap informasi apa pun tentang boyband dan girlband. Tentang bagaimana SM*SH terbentuk, tentang website resminya yang feminin unyu-unyu banget (wajar dibilang laki-laki separoh matang oleh para lelaki tulen), juga tentang bagaimana fanatiknya penggemar K-pop, dan iklan SNSD yang cukup guling guling di kasur sambil merengek manja, serta berpuluh puluh halaman situs yang lain. Apa pun itu, aku menahan "huek" terhadap fenomena yang kelewat berlebihan ini.
Maaf bagi penggemar K-Pop, jaya selalu ya! Saranghaeyo.. Sarang burug walet..
Alhasil, aku bangun kesiangan dan meneruskan menuliskan lembar analisis dan yah, aku ngebut di jalan. Tepat di kantor staf karyawan kampus, bapak-bapak penjaga ruang ujianku sudah bersiap memasukkan paper ujian ke amplop coklat. God save me, bapak tersebut bersedia menerima paper hangatku meski sedikit menggerutu.
Dengan lega, aku bergegas pulang, dan kebetulan bertemulah aku dengan teman KKN.
Lib: "Ngapain Nut?"
Nut: "Biasa.. take home.."
Lib: "Oh, berapa yang take home?"
Nut: "Hampir semua. Eh, udahan dulu ya.. mau mandi nih."
Lib: *mendelik, syok
Di luar front office aku mendapati Dik, tergopoh-gopoh hendak mengumpulkan ujian. Senasib. Namun celakanya, makalahnya tidak diterima. :( Dan alhasil, ini menimbulkan sedikit omelan Mas Riz atas keterlambatan mahasiswa mengumpulkan paper.
Fyuh.
Kali ini aku lolos dari omelan mautnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar